Penjamasan Enam Pusaka Peninggalan Ki Ageng Pandanaran II Dari 19 Sumber Mata Air di Kab. Semarang.
UNGARAN, SERASI JATENG – Enam pusaka yang terdiri tiga keris dan tiga tombak dijamas dengan menggunakan air perwitasari dari 19 sumber mata air, di Pendopo Rumah Dinas Bupati Semarang, Kamis (7/3/2024).
Jamasan pusaka ini termasuk salah satu rangkaian dari HUT Kabupaten Semarang yang ke 503. Sebelum jamasan pusaka dimulai, terdapat prosesi lung tinampi tirta perwitasari dari 19 sumber mata air yang ada di seluruh kecamatan. Kemudian air tersebut dikumpulkan dan dijadikan satu. Dan dibawa dari Dusun Karangpoh, Desa Pager, Kecamatan kaliwungu.
Tidak hanya itu air tersebut kemudian dikirab melintasi seluruh kecamatan yang ada hingga sampai ke Pendapa Rumah Dinas Bupati Semarang. Yang nantinya digunakan untuk menjamas pusaka.
Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha mengatakan, tirta perwitasari yang dikirab dipakai untuk jamasan pusaka. Khususnya pusaka peninggalan Ki Ageng Sunan Pandanaran II atau Bupati Semarang yang pertama.
” Selain itu juga terdapat pusaka-pusaka lain milik masyarakat dijamas secara bergantian,” ungkapnya.
Tidak hanya air perwitasari yang dikirap melainkan juga hasil bumi masyarakat diantaranya sayuran dan buah-buahan. Hingga ditengah-tengah proses jamasan pusaka terdapat gunungan dari durian khas Kabupaten Semarang.
” Tadi juga ada bibit tanaman yang jumlahnya sekitar 3000 bibit yang nantinya akan ditanam besok hari Sabtu di lereng Gunung Merbabu,” jelasnya.
Ngesti Nugraha menyebutkan dengan adanya jamasan pusaka ini untuk melestarikan seni budaya. Sehingga seni budaya atau kebudayaan Kabupaten Semarang tidak punah hingga generasi yang akan datang.
” Seni budaya ini jangan sampai punah untuk anak cucu kita dan harus kita langgengkan bersama,” katanya.
Ia juga berterimakasih dengan para pengurus Tosan Aji Panji Pandaran Kabupaten Semarang yang telah mensukseskan kegiatan Jamasan Pusaka. Karena di setiap tahunnya semakin berkembang dan semakin ramai.
Sementara itu, penjamas pusaka, M A Sutikno menjelaskan enam pusaka yang dijamas terdiri dari tiga pusaka yang berupa tombak dan tiga pusaka berupa keris beluk delapan. Hal ini diharapkan generasi penerus bisa melestarikan kegiatan tersebut dan lebih mengenal peninggalan dari Ki Ageng Pandanaran.
“ Tidak hanya memahami simbol-simbol tersebut saja, namun bisa memahami simbol-simbol secara perilaku,” katanya.
Sutikno menambahkan arti kata pusaka dari kata “soko” yang memiliki arti tiang. Dimana tiang tersebut disimbolkan sebagai pribadi diri sendiri dan perilaku. Serta jamasan disimbolkan agar perilaku diri sendiri bisa mendapatkan keberkahan di kemudian hari. (Arie B)