Budidaya Maggot di TPA Blondo yang Bisa Bantu Kurangi Jumlah Sampah Organik.
Serasijateng.com, Bawen – Jika berbicara masalah sampah, pasti tidak akan ada habisnya terkait berbagai cara untuk bisa mengurangi jumlah sampah, dengan cara mengolahnya kembali sampah-sampah tersebut menjadi bahan yang bernilai ekonomis, dan tentunya hal itu jika kita berbicara soal sampah anorganik.
Lalu, bagaimana cara kita mengolah sampah organik, agar juga memiliki nilai ekonomis seperti sampah anorganik itu ? Jawabannya, adalah dengan berternak maggot.
Ya, sampah organik atau sampah sisa makanan dan juga sayur-sayuran, serta buah-buahan itu selain dapat difungsikan menjadi pupuk kompos, nyatanya juga bisa dijadikan ladang keuntungan.
Awak Media Serasi Jateng kali ini berkunjung ke Rumah Budidaya Maggot yang ada didalam lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blondo, yang ada di Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang.
Dimana disana, banyak hal yang dapat dipelajari dari budidaya maggot itu. Lalu, apa itu maggot ?
Maggot adalah larva, yang bentuknya seperti ulat dari jenis lalat bernama Black Soldier Fly (Lalat BSF), dimana larva maggot itu merupakan fase kedua dari proses metamorphosis dari telur menjadi lalat dewasa, yang nantinya dinamai BSF tersebut.
Untuk jenis lalat BSF sendiri memiliki fisik berwarna hitam pekat dan kaki-kakinya berwarna putih, ditambah ukuran badannya yang jauh lebih panjang ketimbang lalat biasa yang sering ditemui.
Nah, maggot ini memiliki masa tumbuh yang terbilang cukup cepat, karena proses dia dari baby maggot menjadi maggot hanya membutuhkan waktu 15 hari saja.
Salah seorang pengelola Rumah Maggot, Gunardi mengatakan, bahwa lalat BSF itu bertelur, dan dinamakan baby maggot yang biasanya dia sampai berumur satu minggu. Setelah masuk usia satu minggu, dia akan masuk ke proses pembesaran hingga manjadi maggot siap panen itu membutuhkan waktu sekitar 15 hari.
“Jadi lalat BSF itu bertelur, dan dinamakan baby maggot yang biasanya dia sampai berumur satu minggu. Setelah masuk usia satu minggu, dia akan masuk ke proses pembesaran hingga manjadi maggot siap panen itu membutuhkan waktu sekitar 15 hari,” kata Gunardi kepada awak media Serasi Jateng di rumah maggot bertempat Pembuangan Akhir (TPA) Blondo, yang ada di Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Jumat (29/9/2023).
Gunardi kembali menjelaskan, sembari mengajak Lingkar keliling melihat metamorphosis dari maggot ini menjadi lalat BSF, dimana usai masuk usia remaja dengan menjadi maggot, maka proses selanjutnya yakni masuk di fase pra pupa yang menbutuhkan waktu selama 25-28 hari, hingga jadi lalat BSF membutuhkan waktu selama satu bulan.
” Kelebihan maggot ini ada pada makananya, dimana makanan maggot hingga menjadi pupa itu adalah sampah organik makanan sisa hotel, resto, dan rumah tangga lainnya. Jadi makannya, sisa makanan, sayur-sayuran, dan buah-buahan, sampai nugget juga maggot ini mau, atau yang jelas semua sisa makanan yang sudah sampai di TPA Blondo sini,” ungkapnya.
Gunardi juga menceritakan proses perawatan lalat BSF agar ia mau bertelur baby maggot secara rutin itu, hanya dibutuhkan air saja.
“Lalat BSF itu tidak makan, tapi dia hanya minum. Jadi kami selalu rutin melakukan penyemprotan di kandang lalat BSF disini. Bisa sehari dua sampai tiga kali pemberian air minum ke lalat BSF ini, apalagi di musim kemarau seperti ini bisa empat kali pemberian minum. Tapi kalau musim penghujan tidak perlu, karena yang diperlukan adalah tambahan sinar ke lalat BSF itu,” tuturnya.
Ia juga kembali menambahkan, untuk maggot yang siap dijual itu biasanya disaat maggot-maggot itu berumur 12 sampai 15 hari. Bahkan, ada pembeli yang juga membeli maggot saat larva itu baru berusia satu minggu, atau disaat masuk di fase baby maggot.
” Maggot ini ketika dijual itu biasanya menjadi pakan ternak, sehingga yang beli disini memang rata-rata peternak. Mulai peternak ikan lele, ayam petelur, ayam kampung, ayam potong, bahkan peternak-peternak lainnya. Karena memang maggot ini banyak mengandung protein yang sangat tinggi, jadi ketika dikonsumi hewan ternak, hewan itu akan dapat manfaat banyak dari memakan maggot ini,” paparnya.
Maggot memang dikenal memiliki banyak manfaat. Selain dapat mengurangi tumpukan sampah organik yang cepat membusuk itu, maggot dikenal memiliki kandungan tinggi protein, dibandingkan dengan pakan ternak pabrikan.
“Jadi peternak itu sekali ambil bisa sampai 1 ton per harinya, padahal di kami per hari biasanya maggot yang siap panen ada 1 kuintal. Jadi memang untuk memenuhi membludaknya peminat ini kami masih kurang, tapi cukup untuk memenuhi pasa maggot di Jawa Tengah, meski kami juga sering kirim maggot ini ke luar daerah Jawa Tengah,” sebut Gunardi.
Maggot di tempat Rumah Maggot Kabupaten Semarang itu dijual per kilo hanya dengan seharga Rp 5 ribu saja.
“Iya jualnya per kilo, meski yang order sampai ton, tapi kamu juga melayani pembelian dalam jumlah kiloan. Biasanya yang beli orang-orang rumah tangga, untuk kebutuhan pembuangan sampah organik atau sisa sampah makanan dirumahnya atau hanya digunakan sebagai pembelajaran saja, karena disini juga sering didatangi orang-orang untuk belajar membudidayakan maggot ini,” katanya.
Gunardi juga mengungkapkan kepada Lingkar sebelum Lingkar menutup sesi tanya jawab itu, dimana ia menjelaskan bahwa Rumah Maggot itu sudah berdiri sejak 7 tahun lalu.
” Tapi trennya baru naik sekitar tahun 2020, dimana semua harga naik, termasuk pakan ternak, dan maggot ini dinilai menjadi alternatif mereka agar bisa mendapatkan pakan ternak yang murah tapi berkualitas tinggi, sekaligus bisa mengurangi sampah sisa makanan atau sampah organik dengan diberikan ke maggot sebagai pakan maggot sehari-hari,” pungkasnya.(Arie B)