Batik Klasik Batik Patron Ambarawa Sempat Lama Hilang, Kini Diperkenalkan Lagi.
Serasijateng.com, Ambarawa – Masih banyak potensi di Kabupaten Semarang yang masih belum terungkap. Salah satunya Batik Klasik Ambarawa yang sempat hilang setelah penjajahan Jepang yang berlangsung di Ambarawa. Namun salah satu penggiat sejarah dari Kecamatan Jambu berupaya untuk memperkenalkan kembali.
Saat dijumpai di kediamannya di daerah Samban, Kecamatan Bawen, Derry Gunawan menceritakan awal dirinya ingin memperkenalkan kembali Batik Klasik Ambarawa yang telah hilang. Sebenarnya dirinya suka dan memiliki passion untuk menelisik dan blusukan di bekas-bekas candi yang masih belum tersebut.
“ Kalau saya kan kesukaannya di sejarah, maka otomatis mencari teman yang satu frekuensi. Dan bertemulah dengan salah seorang teman asal Kediri yang sama memiliki kesukaan akan sejarah. Namun dia fokus pada literasi,” ungkapnya.
Di tahun 2020 saat pandemi sedang mengganas di Indonesia, banyak masyarakat yang tidak bisa untuk bepergian kemana-mana. Dan hanya melakukan kegiatan dalam rumah, termasuk Derry. Yang ia lakukan hanya bermain handphone dan laptop untuk mencari literasi sejarah.
Derry mengungkapkan, pada saat itu ia berpesan kepada temannya jika menemui literasi tentang Ambarawa untuk segera mengabarkan pada dirinya. Awalnya ia hanya diberikan literasi-literasi tentang bangunan-bangunan kuno di Ambarawa. Yang kebetulan era kolonial sangat kental di Ambarawa.
“ Kemudian di bulan Oktober 2020 dia memberitahu saya tentang literasi batik klasik Ambarawa lewat Facebook. Ditulisannya tertera Batik Paron Ambarawa 1876 dan polanya sudah disimpan di Museum Leiden Belanda,” katanya.
Anggapanya jika ditahun tersebut sudah di simpan di Museum Leiden Belanda, maka tahun sebelumnya batik tersebut sudah besar di Ambarawa. Pada akhirnya Derry meminta lebih banyak literasi tentang batik klasik tersebut.
“ Karena saya sendiri awalnya tidak mengetahui kalau Ambarawa memiliki batik klasik mas,” katanya.
Setelah melakukan pencarian di literasi-literasi tersebut, ditemukan sebanyak sekitar 87 pola batik. Yang menjadi perhatian dan pencarian tersebut yakni dimana pusat prosuksinya dan mengapa bisa hilang sama sekali. Hingga warga Ambarawa sendiri tidak mengetahui tentang batik klasik tersebut.
Derry mengatakan dari tahun 2020 hingga sekarang masih mengembangkan dan berusaha unutk memperkenalkan kembal Batik Klasik Ambarawa. Dan ia juga sempat untuk launching batik tersebut bersama pamong budaya Ambarawa saat itu.
“Jadi beliau langsung nangkep pola-pola tersebut dan langsung mereproduksi kembali beberapa. Namun dengan pewarnaan yang beliau angan-angan sendiri. Karena warnanya yang di patron itu tidak berwarna hanya sogan coklat saja,” ungkapnya.
Dengan adanya reproduksi batk tersebut, membuat dirinya mengapresiasi pamong budaya tersebut. Menurutnya dengan melakukan produksi kembali bisa mewujudkan keinginannya untuk memperkenalkan walaupun masih jauh dari angan-angan.
“ Kami berdua akhirnya membentuk Komunitas Batik Ambarawa untuk orang-orang yang ingin konsen dengan batik ini,” katanya.
Dirinya dengan pamong budaya tersebut satu paket, karena menurutnya si pamong budaya tersebut dari sisi produksi dan dirinya dari sisi sejarahnya. Setelah membuat komunitas tersebut tidak menjadikan Derry berhenti untuk terus mencari informasi terkait batik klasik tersebut.
Setelah dicari dan ditelisik, ternyata terdapat beberapa keturunan dari pemilik pabrik batik tersebut menganggap tidak ada. Hal tersebut yang membuat sejarah akan batik klasik tersebut hilang. Namun hal tersebut tidak membuatnya gentar untuk terus mencari informasi.
“ Saya terus posting di facebook Ambarawa untuk memancing semisal terdapat info tentang apapun terkait dengan batik,” imbuhnya.
Dari postingan-postingan tersebut membuahkan hasil terdapat beberapa orang yang memberitahu informasi terakit dengan perkembangan batik klasik di Ambarawa. Dan mereka juga memperlihatkan beberapa bak-bak dan kerek’an bekas produksi batik tersebut masih ada.
“ Kebetulan pusatnya itu ada di Pecinan Ambarawa. Yang sudah kita temukan bekasnya itu ada dua. Jadi memang dulu produksi batik masih dipegang oleh keturunan Tionghoa,” katanya.
Saat ini ia berharap batik klasik Ambarawa bisa dikenal luas oleh masyarakat baik masyarakat Ambarawa maupun luar Ambarawa. Karena menurutnya itu menjadi kekayaan yang dimiliki oleh Ambarawa yang masih belum diketahui oleh orang.
Sementara itu, pemilik Sanggar Batik Trustha Wasis sekaligus partner dari Derry Gunawan, Mafud Fauzi, menjelaskan untuk memproduksi kembali batik klasik Ambarawa tidak terdapat kendala. Namun lebih ke penganggaran akan saran dan prasarana produksi. Pendekatakan yang digunakan untuk produksi tersebut menggunakan canting cap.
“ Kenapa kita tidak menggunakan canting tulis karena prosesnya cukup lama untuk pengembangan SDM terutama oaring-orang yang memiliki basic tidak pembatik kan susah,” ujarnya.
Untuk mendapatkan canting cap tersebut harus ada anggran yang dikeluarkan dan menurutnya itu lumayan besar. Karena untuk satu canting cap ukuran 18 X 18 itu memerlukan anggaran Rp 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta untuk satu motif batik. Untuk meminimal kan anggaran, dirinya menggunakan canting cap dari kertas recycle.
“ Kebetulan terdapat teman yang ada di Yogyakarta yang memang konsen di recycle canting cap dari kertas tersebut. Untuk satu canting cap dari kertas itu hanya skitar Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu per motifnya,” katanya.
Mafud mengungkapkan terdapat kendala terkait canting cap dari kertas tersebut karena tidak sebagus tembaga. Serta dibutuhkan perkiraan yang tepat pada saat menggunakan untuk prosuksi. Selanjutnya, cap kertastersebut tidak bisa digunakan semasif seperti canting cap dari tembaga.
“ Biasanya kalo dipakai terus-menerus kertasnya bisa lepas sendiri,” tambahnya.
Menurutnya, Batik Ambarawa ini merupakan sebuah anugerah karena semua orang masih belum mengetahui tentang batik ini.
Kemudian berdirinya sanggar-sanggar batik di Ambarawa dianggap mendukung, namun sanggar-sanggar tersebut memproduksi batik dengan pola pengembangan yakni berdasarkan kearifan lokal.
“ Pengennya batik klasik ini semkin dikenal sebagai kekayaan yang ada di Ambarawa serta menjadi produk unggulan juga mas,” pungkasnya. (Arie B)